Rabu, 20 Agustus 2008

Perjalanan II (Pahlawan,nasib petani tembakau&rasa syukur )

Masih Minggu 17 Agustus 2008

Saat orang-orang merayakan HUT RI yang ke 63 dengan berbagai kesibukan, mulai dari upacara,pesta kemerdekaan dan panggung hiburan seperti tahun-tahun sebelumnya. aku justru mendamparkan diri di laut lepas. Di pantai "Sekucing" aku semakin mengenal diriku dan mencoba berintropeksi diri.

Jam menunjukkan pukul 9 pagi, udara pantai mulai tak bersahabat, mataharipun semakin tinggi dan panas, banyak pengunjung yang pulang dan pantai mulai sepi. kami memutuskan untuk kembali, karena kami harus segera ke SAREAN (pekuburan) tempat semua saudara dan nenek moyangku dimakamkan. Setelah memandikan ponakanku yang hanpir selama 3jam berendam dipantai maka kami pun pulang.......

Sesampainya kami dirumah, kami langsung bersiap siap menuju SAREAN. Jujur 17an kali ini merupakan moment yang baik untuk memperkenalkan sosok pahlawan pada keponakanku . Almarhum Bpk SIDONO GONDOSUWITO, kakek/bapak kandung dari Bunda adalah salah satu pahlawan kemerdekaan. ini dibuktikan dengan ilustrasi bambu runcing dengan bendera merah putih yang terbuat dari seng yang tertancap di atas Nisan Kakek. Kakek memang tidak dimakamkan di Makam Pahlawan seperti pahlawan-pahlawan lainnya, karena kakek saat masih hidup memang pernah meminta untuk dimakamkan di SAREAN didekat desa agar anak cucunya bisa setiap saat-setiap waktu datang untuk mendoakannya. dan Bunda dengan bangganya menceritakan kenangan soal kakek kepada keponakanku itu.

Setelah kami merapikan semua bawaaan kami, tepat jam 10 kami melanjutkan perjalanan sesuai dengan rencana. Sebelum kami menuju Ungaran, kami mampir ke beberapa tempat, tadinya kupikir ini akan menjadi kunjungan biasa. siapa sangka ini akan menjadi pelajaran hidup bagiku dan ladang untuk bersyukur. Kami mampir ke salah satu Kakek Sepupu dari Bunda, beliau adalah adik dari almarhum kakekku. dia hidup sangat sederhana, rumah kampung berlantai tanah dan beratap genting tak memanpakkan diri bahwa dia cukup kaya, dia adalah pemilik beberapa petak sawah. sawah-sawah itu sebagian dia tanami padi dan sebagian dia tanami tembakau dan saat inipun dia sedang panen tembakau.

Warga daerah ini memang salah satu daerah penghasil tembakau. sepanjang jalan aku melihat berjejer irisan tembakau yang sedang dikeringkan secara tradisional. tiba-tiba teringat olehku, gencarnya pemberitaan bahwa akan dikeluarkannya Fatwa MUI mengenai pengharaman Rokok. kebayang ngak bagaimana nasib warga sini, termasuk juga kakek sepupuku ini kalau fatwa itu benar-benar disetujui. YA jujur saja aku termasuk orang yang menginginkan fatwa itu segera keluar karena bagiku asap rokok itu amat sangat mengganggu, tapi ini tidak akan menyelesaikan masalah, karena akan timbul masalah yang jauh lebih rumit. Menurutku satu-satunya cara untuk mengurangi konsumsi rokok adalah dengan menaikkan cukai rokok, sehingga masyarakat berfikir dua kali bila ingin membeli rokok dan kehidupan petani tembakau tetap bisa berjalan sebagaimana mestinya, karena rokok hanya bisa dikonsumsi oleh orang-orang berduit saja.

Karena waktu kami yang sempit, maka kami tidak lama berkunjung kerumah kakek sepupu. perjalanan kami lanjutkan menuju Kendal, kami hendak berkunjung kerumah pak dhe ( kakak laki-laki Bunda). semasa kecil dulu aku dan saudara-saudara sepupuku sangat segan dengan sosok pakdhe yang satu ini. dia sangat tegas dan jarang beramah tamah dengan ponakan-ponakannya. hanya saja aku senang bila diajak kerumah pakdheku yang satu ini, karena satu hal, rumahnya sudah modern dan nyaman. sebagai Wakil ketua DPR tingkat II Kendal yang saat itu dijabatnya, membuat pelayanan dirumah ini sangat menyenangkan, banyak makanan yang enak-enak dan beraneka macam permen yang tersedia di meja tamu sangat membuatku betah disana.

Siapa sangka, di usia tuanya kini beliau sudah tak berdaya. raut wajah yang tak bersahabat kini memancarkan kepasrahan. Penyakit pengapuran di tulang ekornya membuat pak dhe hanya bisa tertidur dikasurnya dengan aktifitas yang terbatas. bukan hanya itu. Di usia senjanya dia hanya hidup dengan istrinya karena anak-anaknya tinggal diluar kota,bahkan anak sulungnya kini sedang mengarungi samudra sebagai pelayar. Rasa sedih melihat keadaan pakdhe membuatku menangis, hatiku miris sekaligus bersyukur karena masih memiliki orang tua yang begitu sehat dan segar. dan apapun yang terjadi aku takkan membiarkan masa tua kedua orang tuaku dalam kesepian, sebisa mungkin aku akan mendampingi mereka sampai kapanpun.